Memang hidup manusia itu cuma sementara, sangking sementaranya itu sampai begitu panik. Ingin rasanya menikmati semua kenikmatan dan kekayaan dunia secepat dan sebanyak mungkin. Selamat datang di era Globalisasi, kawan. Inilah era Milenium ketiga.
Percepatan kehancuran alam berbanding lurus dengan daya kerakusan humanis. Orang susah mungkin mampu berpikir kritis, namun setelah nyaman menjadi lupa, terlena dan terbuai dengan nikmat dunia, yang fana dan pastinya akan ditinggalkan kelak. MAU atau TIDAK MAU!
Wohoo, Bagiku Indonesia adalah negara terkaya nomor satu di dunia (ruangberita.com), bangga tentu diriku menjadi bagian dari negara terkaya di muka bumi ini. Kaya apanya? Kaya dalam sumber daya alamnya. Kalau tak salah Jayabaya pernah meramalkan Indonesia kelak akan menjadi pusat dunia. Memang masuk akal, jika Indonesia bukan negeri yang amat kaya maka hal ini mustahil terjadi, bukan?
Menurut laporan Energy Information Administration (EIA) Januari 2008, disebutkan bahwa total produksi minyak Indonesia rata-rata sebesar 1,1 juta barel per-hari, dengan 81% (atau 894.000 barel) adalah minyak mentah (crude oil). Untuk produksi gas alam, Indonesia sanggup memproduksi 97.8 juta kubik. Sebagai informasi, Indonesia masuk dalam daftar ke 9 penghasil gas alam di dunia, dan merupakan urutan pertama di kawasan Asia Pasifik. Sayangnya hampir 90% dari total produksi (red: gas) tersebut berasal dari 6 MNC, yakni:
-Total (diperkirakan market share-nya di tahun 2004, 30 %)
-ExxonMobil (17 %)
-Vico (BP-Eni joint venture, 11 %),
-ConocoPhillips (11 %)
-British Petroleum (6 %), dan
-Chevron (4 %).
Stok gas bumi mencapai 187 triliun kaki kubik atau akan habis dalam waktu 68 tahun, dengan tingkat produksi per tahun sebesar 2,77 triliun kaki kubik. Cadangan batu bara ada sekitar 18,7 miliar ton lagi atau dengan tingkat produksi 170 juta ton per tahun berarti cukup untuk memenuhi kebutuhan selama 110 tahun. (Sumber: Kementerian ESDM 2006).
Lantas, kemana semua kekayaan alam tersebut mengalir?
Memang cukup sulit rasanya menemukan negara dengan pemerintahan yang sempurna, dimana rata-rata rakyatnya hidup makmur sejahtera hanya saja untuk negeri sekaya Indonesia tercinta ini rasio perbandingan antara kualitas pemerintahan dan sumber daya alamnya, kok terasa terlalu jauh ya.
Apa jadinya andai ada pertukaran pemerintahan antara Indonesia dan Jepang, wah terlalu mengandai-andai nich. Pastinya pemerintah negeri ini takkan rela. Kalau rakyatnya, ya mungkin saja. Maklumlah aroma pesimistis makin santer tercium dari hari ke hari. Mulai dari masalah tabung gas, naiknya harga pangan. Sampai masalah dengan negara tetangga yang secara kasar, namun juga banyak kalangan menyebutnya wajar soal si "Malingsia"(Malaysia) yang masih simpang-siur ditanggapi pemerintah. Mungkinkah klimaksnya akan terjadi perang RI-Malaysia? Karena sudah sejak era Bung Karno, konflik ini menyeruak dan bertumbuh ke arah yang negatif.
Tak lama setelah Pemilu 2009, seorang sesepuh pernah mengirim saya SMS, kira-kira isinya begini "Gwan, ini bukan nubuatan, presiden Indonesia 2014 adalah Sri Mulyani. Ha ha ha, entah apa dasarnya, saya santai saja menanggapi. Toh semua orang bebas beropini dan mengemukakan pendapat. Hidup demokrasi!
Nah, kembali lagi soal kekayaan alam bangsa ini. Siapa yang mengusahakannya? Wah, ternyata PIHAK ASING. Ini mah namanya sudah invasi era liberal.
No comments:
Post a Comment